Sabtu, 14 November 2009

Hubungan Jar Test dengan Unit Operasi dan Proses

Secara garis besar, mekanisme koagulasi dan flokulasi adalah :
1. Destabilisasi muatan negatip partikel oleh muatan positip dari koagulan
2. Tumbukan antar partikel
3. Adsorpsi
Selain tumbukan antar partikel terdestabilisasi/mikroflok yang bertujuan membentuk flok dengan ukuran yang relatif besar (makroflok), adsorpsi merupakan mekanisme flokulasi diantaranya dilakukan oleh Al(OH)3, aluminium hidroksida yaitu bentuk hidroksida Al, hasil reaksi hidrolisa Al dengan air. Senyawa ini berbentuk agar-agar (jelly) yang mempunyai sifat “adsorpsi (menyerap di permukaan).
Jika kekuatan ionik di dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid di dalam air sudah dalam bentuk terdestabilisasi. Destabilisasi disini disebabkan oleh ion monovalen (valensi 1) dan divalen (valensi 2) yang berada di dalam air. Kejadian ini dinamakan “Koagulasi elektrostatik”, sedangkan koagulasi kimiawi adalah suatu proses dimana zat kimia seperti garam Fe dan Al, ditambahkan ke dalam air untuk merubah bentuk (transformasi) zat-zat kotoran. Zat-zat tersebut akan bereaksi dengan hidrolisa garam-garam Fe atau Al menjadi flok dengan ukuran besar yang dapat dihilangkan secara mudah melalui sedimentasi dan filtrasi.
Pada sistem pengolahan air, koagulasi terjadi pada unit pengadukan cepat (flash mixing), karena koagulan harus tersebar secara cepat dan reaksi hidrolisa hanya terjadi dalam beberapa detik, jadi destabilisasi muatan negatip oleh muatan positip harus dilakukan dalam perioda waktu hanya beberapa detik
Nilai gradien kecepatan (G), waktu tinggal/detensi (td) dan kecepatan aliran air adalah jarang berubah selama instalasi pengolahan air berjalan.
Koagulasi
Penambahan bahan kimia (koagulan) pada proses koagulasi dengan pengadukan cepat, memberikan kesempatan kepada koagulan untuk membentuk inti flok yang berasal dari partikel koloid yang ada dalam contoh air. Proses koagulasi kemudian dilanjutkan dengan proses pengadukan lambat (flokulasi), dengan tujuan memberikan kesempatan bagi inti flok untuk saling bersentuhan sehingga terbentuk flok yang lebih besar yang siap untuk diendapkan. Proses berikutnya adalah pengendapan (sedimentasi) yang bertujuan untuk mengendapkan flok yang sudah terbentuk.
Faktor–faktor yang mempengaruhi koagulasi :
(1) Pemilihan bahan kimia
Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu, merupakan suatu program lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya menggunakan Jar test. Seorang operator dalam pengetesan untuk memilih bahan kimia, biasanya dilakukan di laboratorium. Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :
• Suhu
• pH
• Alkalinitas
• Kekeruhan
• Warna
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah sebagai berikut :
Suhu rendah berpengaruh terhadap daya koagulasi/flokulasi. Suhu dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima. Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh pH terhadap koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan Alum sulfat dan ferri sulfat berinteraksi dengan zat alkalinitas kimia pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa aluminium atau ferri hidroksida, memulai proses koagulasi. Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa (kapur atau soda abu). Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flokKekeruhan yang baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi. Operator harus menambah zat pemberat untuk menambah partikel-partikel untuk terjadinya tumbukan. Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat warna organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai. Pengolahan pendahuluan terhadap air baku harus dilakukan untuk menghilangkan zat organik tersebut, dengan penambahan oksidan atau adsorben (karbon aktif).
Keefektifan koagulan atau flokulan akan berubah apabila karakteristik air baku berubah. Keefektifan bahan kimia koagulan/koagulan pembantu, dapat pula berubah untuk alasan yang tidak terlihat atau tidak diketahui, oleh karena itu ada beberapa faktor yang belum diketahui yang dapat mempengaruhi koagulasi–flokulasi. Untuk masalah demikian operator harus memilih bahan kimia terlebih dahulu, dengan menggunakan jar test dengan variasi bahan kimia, secara tunggal atau digabungkan atau dikombinasikan.
Jar–test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata kepada penglihatan kita (secara visuil) untuk mengevaluasi suatu interpretasi/tafsiran. Selain itu seorang Operator juga harus melakukan pengukuran pH, kekeruhan, bilamana mungkin harus melakukan uji “filtrabilitas” dan “potensial zeta”.
(2) Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
Perlu diingat bahwa hasil jar test tidak selalu sama dengan operasional di IPA, jadi harus dibuat koreksi dosis yang dihasilkan jar test dengan aplikasi dosis di IPA.
Seorang operator perlu membuat suatu grafik hubungan antara nilai kekeruhan vs dosis koagulan, melalui percobaan jar test untuk variasi nilai kekeruhan (rendah, sedang, tinggi) selama periode waktu minimal satu tahun atau dari data– data yang lalu selama beberapa tahun untuk sumber air baku yang sama. Sehingga dengan adanya grafik ini mempermudah penentuan dosis secara cepat jika ada perubahan kekeruhan secara tiba–tiba. Selanjutnya penentuan dosis dilanjutkan dengan melakukan jar test.
(3) Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum harus ditetapkan dengan jar-test.
Untuk kasus tertentu (pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan yang relatif besar) dan untuk mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu (Na2CO3), kapur (CaO) atau kapur hidrat {Ca(OH)2}. Dilakukan penentuan dosis alkali pada dosis optimum koagulan yang digunakan.
Flokulasi
Setelah proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut ” Flokulasi “. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).
Terdapat 2 (dua) perbedaan pada proses flokulasi yaitu :
1. Flokulasi Perikinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran μm dengan mengandalkan gerakan Brownian. Biasanya koagulan ditambahkan untuk meningkatkan flokulasi perikinetik.
2. Flokulasi Ortokinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran di atas 1μm dimana gerakan Brownian diabaikan pada kecepatan tumbukan antar partikel, tetapi memerlukan pengaduk buatan (artificial mixing)
Setelah destabilisasi selesai mulai terbentuk agregasi partikel yang mana diameternya lebih kecil dari 1 mikrometer untuk sementara cuma bergerak berdasarkan difusi dan akan terjadi agregasi antar mereka. Dengan ukuran flok dan partikel yang semakin besar semakin penting terjadi agregasi yang disebabkan oleh ortokinetik, maka perbedaan kecepatan diantara partikel semakin besar, akan terjadi pembentukan flok. Dilain pihak jika flok terlalu besar tidak bisa menahan tekanan abrasi didalam air, artinya dengan nilai gradien kecepatan (G value) yang semakin besar ukuran flok rata-rata akan menurun. Untuk mempertahankan nilai G yang berhubungan dengan ukuran partikel, pada prakteknya dilakukan semacam pengadukan pendahuluan (premixing) dengan nilai G yang tinggi, kalau sudah terjadi flok, nilai G diturunkan. Semakin lama agregat akan menumpuk semakin banyak, tahap berikutnya nilai G diturunkan. Dalam beberapa instalasi, misalnya dari nilai G = 100/dt diturunkan menjadi 10/dt. Dengan demikian ada kesempatan untuk menentukan daya enersi yang akan dimasukkan ke dalam masing-masing tahap sesuai dengan kondisi air baku dan sesuai dengan sistem pemisahan yang akan dilakukan selanjutnya.
Jika ditinjau dari mekanisme tersebut di atas, maka pada proses flokulasi memerlukan waktu (yang dinyatakan oleh waktu tinggal/detensi = td, dalam detik) yaitu waktu untuk memberi kesempatan ukuran flok menjadi lebih besar dengan berbagai cara yang sudah diterangkan di atas. Disamping memperhatikan waktu, pada proses flokulasi diperhatikan pula kecepatan pengadukan (yang dinyatakan oleh gradien kecepatan = G, dalam dt−1). Kombinasi dari kedua hal penting tersebut, yaitu nilai G x td merupakan kriteria penting yang harus dipenuhi pada proses flokulasi. Nilai spesifik adalah : 104 − 105. Jika nilai spesifik G td dilampaui, maka flok yang sudah terbentuk akan pecah kembali, sebaliknya jika kurang dari nilai spesifik, maka flok tidak akan terbentuk seperti yang diharapkan.
Untuk menghasilkan flokulasi yang baik, maka perlu diperhatikan:
Nilai G : 20 – 70 dt−1
Waktu tinggal (waktu ditensi) : 20 – 50 menit.
Karena proses flokulasi ini memerlukan waktu, dan kecepatan yang relatif rendah, maka flokulasi dilakukan pada unit yang disebut “Pengadukan lambat” atau biasa disebut “Flokulator” dimana jenis pengadukan bisa berupa pengaduk mekanis atau hidraulik.
Dengan dosis koagulan/flokulan pembantu (0,1–1 mg/l) kestabilan flok bisa dipertahankan terhadap abrasi yang menjadi lebih besar dengan adanya flokulan pembantu. Penambahan koagulan/flokulan pembantu yaitu jenis polimer, flok yang terbentuk akan lebih besar pada nilai G (gradien kecepatan) yang sama. Harus ada selisih waktu antara pembubuhan koagulan/flokulan pembantu dengan pembubuhan koagulan (misalnya Al3+ atau Fe3+). Pembubuhan koagulan/flokulan pembantu paling sedikit 30 dtk setelah pembubuhan koagulan.
Jika polimer dibubuhkan terlalu awal, kebutuhannya bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan adanya selisih waktu diantara kedua pembubuhan tersebut di atas. Jika dicampur dengan efisien, pemakaian koagulan/flokulan pembantu akan lebih baik.
Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya seringkali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan struktur yang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat diatas partikel media penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis.
Untuk efek penjernihan air secara keseluruhan, belum cukup apakah flok bisa dipisahkan dari air secara efektif, karena belum dapat menjamin dengan pasti apakah kualitas air yang diinginkan bisa tercapai hanya dengan kondisi ini saja. Selain itu dibutuhkan bahwa semua zat yang akan dihilangkan dari air juga melekat pada flok.
Untuk mencapai kondisi flokulasi yang dibutuhkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti misalnya :
1. Waktu flokulasi,
2. Jumlah energi yang diberikan
3. Jumlah koagulan
4. Jenis dan jumlah koagulan/flokulan pembantu
5. Cara pemakaian koagulan/flokulan pembantu
6. Resirkulasi sebagian lumpur (jika memungkinkan)
7. Penetapan pH pada proses koagulasi
Sedimentasi
Pada pengolahan air, proses sedimentasi normal tidak selalu menurunkan partikel secara efisien. Khususnya pada kasus percobaan untuk menghilangkan partikel dengan diameter kurang dari 50μm.

Sabtu, 31 Oktober 2009

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(Resume Bab I Buku AMDAL)

Analisis mengenai dampak lingkungan atau biasa disingkat dengan AMDAL lahir dengan diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, National Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktifitas manusia yang semakin meningkat. Beberapa kasus misalnya:
Tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog=smoke+fog), yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogen oksida, dan zat lainnya.
Tahun 1962 terbit buku yang ditulis oleh Rachel Carson yang berjudul The Silent Spring (Musim Semi yang Sunyi). Buku ini berhasil menarik perhatian masyarakat luas, baik awam, ilmiah, maupun politik, terhadap permasalahan lingkungan.
Tahun 1953 di bagian bumi lain, Jepang, terjadi malapetaka yang mengerikan diantara penduduk nelayan dan keluarganya di sekitar Teluk Minamata di wilayah barat daya Pulau Kyushu, tejdai wabah neurologis yang tidak menular. Perkembangan penyakit itu baru diketahui penyebabnya pada tahun 1959. Penyebab penyakit itu adalah konsumsi ikan yang mengandung Hg dari beberapa pabrik kimia milik Chisso Co. Yang memproduksi plastik (PVC). Limbah tersebut dibuang ke Teluk Minamata selama beberapa tahun sebelum1953. Metilmerkuri itu terbentuk dari asetaldehide dan air raksa anorganik yang digunakan sebagai katalisator.
Tahun 1964-1965 muncul kembali penyakit minamata di sekitar Niigata yang terletak di pantai Laut Jepang di utara Tokyo.
Tahun 1973 muncul untuk yang ketiga kalinya di Goshonoura di Pulau Amakusa yang berhadapan dengan Minamata.
Peningkatan kadar suatu zat melalui rantai makanan disebut pelipatan biologik (biological magnification). Walaupun logam penyebab penyakit tersebut atau raksa terdapat dalam alam namun dalam dosis yang rendah. Organisme tertentu dapat menimbun air raksa yang diserapnya dari lingkungan ke dalam tubuhnya, peristiwa ini disebut bioakumulasi.
Adanya perristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan ditambah dengan buku Carson melahirkan organisasi-organisasi yang fokus terhadap permasalahan lingkungan.

Pandangan 1 : Pembangunan versus lingkungan
Tahun 1968 di Amerika Serikat diadakan sebuah konferensi yang berjudul The Careless Technology (Teknologi yang tak peduli) mengkritik pembangunan yang tidak mempedulikan lingkungan serta berlebih-lebihan dalam memenuhi kebutuhan. Risalah konferensi ditulis oleh Commoner (1973) dengan judul On the meaning of ecological failures in international development (Arti kegagalan ekologi dalam pembangunan internasional).
Tahun 1972 The Club of Rome mengeluarkan laporan yang berjudul The limits to growth (Batas pertumbuhan). Laporan ini merupakan faktor penting gerakan zero growth (pertumbuhan nol).
Gerakan-gerakan lainnyapun bermunculan dan pada akhirnya muncullah konferensi Stockholm pada tahun 1972.

Pandangan 2 : Penbangunan dan lingkungan
Secara umum keadaan di negara yang sedang berkembang sangatlah berbeda dengan di negara maju. Tingkat hidup masih rendah, produksi bahan makanan masih belum cukup, sehingga menjadikan pembangunan merupakan hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan. Karena tanpa pembangunan akan terjadi penurunan kesejahteraan yang akhirnya akan membawa pada kehancuran. Mengingat sebagian dari pembangunan itu memerlukan teknologi tinggi, maka tidak pulalah secara a priori menolak penggunaan teknologi.

Pembangunan Berkelanjutan
Walupun pembangunan diperlukan untuk mengatasi masalah, termasuk lingkungan, namun pembangunan dapat dan telah memiliki dampak negatif. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara pembangunan serta lingkungan itu sendiri. Dimana pembangunan yang mempertimbangkan aspek-aspek ketersediaan dan keberlangsungan lingkungan seperti pembangunan berkelanjutan. Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan salah satu alat dalam upaya dapat melakukan pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya merupakan permasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan, yaitu interaksi antara pembangunan dan lingkungan

• Hubungan Total Solid dengan Unit Operasi dan Produksi pada Pengolahan Air

Pra-Sedimentasi
Proses pra-sedimentasi adalah sebuah proses dimana sebelum air baku masuk dalam pengolahan lebih lanjut, air diendapkan secara gravitasi untuk menghilangkan partikel diskrit yang terdapat dalam air.
Penetapan total padatan dilakukan pada air setelah melewati proses pra-sedimentasi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan terhadap kualitas air sebelum dan sesudah proses pengolahan air, selain itu dapat diketahui efisiensi pengolahan tersebut.
Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi adalah panambahan dan pengadukan cepat koagulan menghasilkan koloid yang tidak stabil dan padatan tersuspensi halus membentuk partikel yang tidak stabil. Flokulasi adalah pengadukan lambat atau penyempurna pembentukan partikel yang tidak stabil membentuk flok endapan. Prinsip koagulasi dan flokulasi yang digunakan pada pengolahan air adalah untuk mengumpulkan padatan yang terbentuk menjadi endapan. (Reynolds/Richards.1996.Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second edition.Boston:PWS Publishing Company.hal.166.)
Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan menggunakan proses gravitasi untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Dalam pengolahan air, sedimentasi dapat diaplikasikan pada: (Reynolds/Richards.1996.Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second edition.Boston:PWS Publishing Company.hal.219.)
1. Pengendapan sederhana dari air permukaan untuk pengolahan menggunakan instalasi saringan pasir cepat.
2. Pengendapan dengan koagulasi dan fitrasi sebelumnya pada saringan pasir cepat.
3. Pengendapan dengan koagulasi dan fitrasi pada lime-soda tipe instalasi pelunakan kesadahan.
4. Pengendapan komponen air pada instalasi penghilang besi dan mangan.
Desinfeksi
Hubungan total padatan pada proses desinfeksi akan mempengaruhi konsentrasi desinfektan yang ditambahkan. Total padatan berbanding lurus dengan konsentrasi desinfektan yang harus ditambahkan Hal ini disebabkan karena keberadaan mikroorganisme yang akan dimatikan oleh desinfektan terhalangi oleh keberadaan partikel-partikel padatan. Sehingga sebelum proses desinfeksi akan terdapat nilai maksimum padatan
Dalam air, material tersuspensi tidak disenangi karena materi tersuspensi ini dia akan menyerap agen bilogis dan kimia, penyerapan ini akan menghalangi migroorganisme untuk klorinasi. (Spellman, Frank R. 2003.Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations.United States of America:Lewis Publishers.)

Jumat, 09 Oktober 2009

Teknologi Pengkontrolan Pencemaran Udara

Absorption
Prinsip :
Mengabsorpsi merubah pencemar dari fase gas menjadi fase cair. Struktur absorpsi terdiri atas spray chamber dan tower or columns (gambar diatas). Scrubbers merupakan salah satu tipe spray chamber, tetesan cairan digunakan untuk mengadsorb gas-gas. Pada tower, lapisan tipis suatu cairan digunakan sebagai media adsorpsi. Scrubbers relative tidak efisien tetapi memiliki keuntungan untuk dapat menghilangkan partikel secara simultan. Tower lebih efisien tetapi dapat tersumbat oleh partikel-partikel.
Tahap : Difusi pencemar gas pada permukaan cairan
Dissolution
Difusi gas terlarut dari permukaan menjadi cairan


Adsorption
Prinsip :
Gas terpenetrasi ke dalam pori padatan (adsorben). Teknologi ini efektif untuk pencemar hidrokarbon.


Combustion
Prinsip :
Teknologi ini dapat diterapkan bila kontaminan pada aliran gas dapat dioksidasi menjadi gas inert.


Flue Gas Desulfurization (FGD)
Prinsip :
Teknologi untuk menghilangkan atau mendaur ulang sulfur. Mekanisme kerja dengan mengabsorbsi secara keringg menggunakan batu kapur atau material lain. FGD terbagi atas dua kategori yaitu non-regenerative dan regenerative. Non-regenerative digunakan untuk menghilangkan oksida sulfur dari aliran gas. Regenerative digunakan untuk memulihkan dan menggunakan kembali oksida sulfur.

Cyclones
Prinsip :
Cyclones mengumpulkan partikel dengan ukuran diameter lebih besar dari 10µm. Partikel gas bergerak masuk kedalam cyclone secara sentrifugal sehingga terjadi pemisahan antara partikel dengan udara bersih.


Electrostatic Precipitation (ESP)
Prinsip :
Pengumpulan secara kering partikel dari aliran gas panas merupakan kondisi yang membuat efisiensi tertinggi. Partikel aliran gas melewati kawat dan lempengan , ion-ion mengikat partikel, memberikan partikel muatan negative. Partikel negative kemudian berpindah ke lempengan bermuatan positif. Lempengan positif dibersihkan secara berkala.

Selasa, 26 Mei 2009

Filtrasi

Filtrasi adalah proses penyaringan air melalui media pasir atau bahan sejenis untuk memisahkan partikel flok atau gumpalan yang tidak dapat mengendap, agar diperoleh air yang jernih.
Penyaring adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Kedalaman penyaringan menentukan derajat kebersihan air yang disaringnya pada pengolahan air untuk minum.
Mekanisme yang dilalui pada filtrasi:
1. Air mengalir melalui penyaring glanular
2. Partikel-partikel tertahan di media penyaring
3. Terjadi reaksi-reaksi kimia dan biologis
Berdasarkan jenisnya filter terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Particle Removal (Penghilang Partikel)
Partikel-partikel menempel pada butiaran media penyaring karena sifatnya yang lengket (Sticky) sehingga cairan yang dilewatkan penyaring ini akan menghasilkan air yang lebih jernih.
2. BioFiltrasi
Kondisi di dalam suatu penyaring yang mendorong dan menstimulasi mikroorganisma sehingga mampu melenyapkan senyawa terlarut. Seperti membiakkan mikroorganisme yang dapat menghilangkan besi atau mangan.
Berdasarkan desainnya, filter dapat memiliki berbagai macam desain antara lain:
1. Penyaring terbuka
Penyaring terbuka mengalirkan air melalui media penyaring dengan gravitasi. Laju penyaringannya dibatasi oleh hilang tekanan. Pada penyaring terbuka ini air yang akan dialirkan harus memiliki rentang kekeruhan tertentu. Tidak terlalu besar atau terlalu rendah. Bila kekeruhan tinggi maka proses penyaringan akan sangat berlangsung lambat, dan bila kekeruhan rendah maka proses yang terjadi akan berubah menjadi pencucian filter. Sehingga biasanya rentang kekeruhan sebelum dialirkan dalam penyaring berkisar di 10 NTU. Penyaringan ini telah diterapkan pada instalasi pengolahan air di Rio de Janiero, Brazil.
2. Penyaring tertutup
Pada penyaringan tertutup ini tekanan yang digunakan lebih besar. Tekanan ini dihasilkan oleh pompa untuk meningkatkan laju penyaringan sehingga menyebabkan laju alir lebih tinggi dan lapisan penyaring material lebih tinggi, membuat usia pemakaian penyaring lebih panjang. Penyaringan ini telah diterapkan pada instalasi pengolahan air di Jerman.
3. Penyaring lamban
Penyaring lamban ini terdiri dari lapisan gravel dengan tebal 0,3 meter dan pasir setebal 0,6-1,2 meter dengan diameter pasir sekitar 0,2-0,35 milimeter. Dari penyaringan ini akan dihasilkan kecepatan pengaliran sebanyak 0,034-0,10 liter/m3/detik. Apabila air limbah mulai menggenang sedalam 1,5-3 meter maka air limbah tersebut perlu dikeringkan dan permukaan pasir perlu dilakukan pengerukan, sedangkan waktu pengerukan ini dilakukan setiap 30-150 hari.
Dari literatur yang berbeda disebutkan bahwa pada dasar saringan adalah tangki empat persegi panjang yang kedap air atau tempat penyimpanan yang ditata berdampingan dijaga terbuka. Ukurannya adalah kedalaman 2,7 – 3,6 m dan memiliki permukaan air yang konstan dari dasar pasir. Dasar pasir terdiri dari dua lapisan dari batu bata (bricks) ditempatkan di atas salah satu tepinya, dibentuk saluran dan terusan untuk jalan air yang 86 disaring. Lapisan ke dua terdiri dari batu kerikil (gravel) dengan tinggi 15-30 cm, diikuti lapisan pasir kasar (coarse sand) 15 – 30 cm. Di atasnya adalah 90 cm pasir halus (fine sand) dan permukaan air 90 cm dari tangki pengendapan.

Pengoperasian dan perawatan instalasi saringan pasir lambat memiliki beberapa ketentuan, antara lain:
1. Kecepatan penyaringan 0,1-0,4 m/jam; luas permukaan bak maksimum 200 m2; jumlah bak saringan minimum 2 buah
2. Kedalaman bak saringan adalah jumlah tinggi bebas, tinggi air diatas media pasir, tebal pasir penyaring dan tebal karikil penahan.
3. Media penyaring berupa pasir yang mengandung kadar SiO2 90%. Ukuran efktif butiran 0,2-0,4 mm, keseragaman butiran 2-3 berat jenid pasir 2,55-2,65 gr/cm3. Kelarutan pasir dalam air selama 24 jam < 3 % beratnya.
4. Pengolahan pendahuluan diperlukan untuk penurunan kekeruhan, penambahan oksigen terlarut, penurunan algae dan bakteri koli.
4. Penyaring cepat
Penyaring ini berisikan 0,4-0,7 meter pasir dengan diameter 0,4-0,8 milimeter dan gravel setebal 0,3-0,6 meter. Adapun kecepatan aliran penyaringan yang dihasilkan sebesar 1,3-2,7 liter/m3/detik.
5. Penyaring lapisan tunggal
6. Penyaring lapis ganda
Penyaringan lapis ganda ini menggunakan saringan yang berbeda granulanya misalnya 0,5 meter antrasit dengan diameter 1 milimeter pada bagian atas, 0,3 meter pasir silika dengan diameter 0,5 meter. Satu set penyaringan menghasilkan 2,7-5,4 liter/m3/detik.
7. Penyaring Up-Stream
8. Penyaring Down-Stream
9. Penyaring Basah
10. Penyaring Kering
Pada setiap proses operasional harus disertai dengan proses perawatan. Pada penyaringan proses perawatan dinamakan proses backwashing, yaitu proses dimana filter dalam penyaring dicuci untuk meningkatkan kinerja filter kembali.
Pada proses backwashing laju alir backwashing seharusnya cukup tinggi sehingga semua butiran penyaring dalam kondisi bergerak. Laju ini bergantung pada berat jenis bahan dan ukuran butiran. Pada penyaring lapis ganda laju yang diperlukan jauh lebih tinggi. Selain menggunakan air pencuci dapat juga digunakan udara dengan menggunakan kompresor. Namun, bila jenis filter yang digunakan adalah biofiltrasi maka pada saat pencucian tidak boleh menggunakan air yang mengandung bahan kimia, karena dapat mematikan bakteri yang membantu proses filtrasi.

Flokulasi

Flokulasi adalah proses pengadukan lambat agar campuran koagulan dan air baku yang telah merata membentuk gumpalan atau flok dan dapat mengendap dengan cepat.
Tujuan utama flokulasi adalah membawa partikel ke dalam hubungan sehingga partikel-partikel tersebut saling bertabrakan, kemudian melekat, dan tumbuh mejadi ukuran yang siap turun mengendap. Pengadukan lambat sangat diperlukan untuk membawa flok dan menyimpannya pada bak flokulasi.
Sebelum tiba di bak flokulasi, air sudah dikoagulasikan, dan sudah memiliki inti flok (microflocs). Sehingga kini saatnya mendorong inti flok menjadi kumpulan dan membentuk flok yang lebih besar. Waktu penahanan sekitar 20 sampai 60 menit dibutuhkan, oleh karena itu bak flokulasi harus 50 kali lebih besar dari unit kecepatan pengadukan. Pergejolakan yang lembut diperlukan pada unit ini untuk menaikkan pengadukkan dengan seksama. Meskipun pengadukan seharusnya tidak terlalu keras karena akan menyebabkan rusaknya flok yang sudah terbentuk. Bak flokulasi dikategorikan menjadi tipe aliran mendatar (axial flow type/hydraulic) atau tipe aliran melintang (cross flow type/mechanical). Kategori tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:



Gambar 7. Kategori Bak Flokulasi

Koagulasi

Koagulasi adalah sebuah metode untuk mengubah koloid sehingga mereka mendekat dan melekat satu sama lain membentuk partikel flok yang lebih besar. ( Mackenzie L. Davis dan David A. Cornwell. 1998. Introduction to Environmental Engineering third edition. Singapore:WCB/McGraw Hill.)
Koagulan adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai pengikat partikel penyebab keruh terhadap air agar terjadi gumpalan atau flok yang mudah diendapkan. ( Anonim. SNI 19-6784-2002. Metode Pengujian Koagulasi, Flokulasi dan Filtrasi Bertekanan)
Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air menyempurnakan proses koagulasi. Terdapat tiga kunci sifat koagulan, yaitu: ( Mackenzie L. Davis dan David A. Cornwell. 1998. Introduction to Environmental Engineering third edition. Singapore:WCB/McGraw Hill.)
1. Kation bervalensi tiga (Trivalent cation)
Koloid biasanya ditemukan dialam dalam bentuk negatif, oleh karena itu diperlukan kation untuk menetralkan bentuknya. Kation bervalensi tiga ini merupakan kation yang paling efektif.
2. Tidak beracun (Nontoxic)
Hal ini merupakan syarat yang jelas untuk memproduksi air yang aman.
3. Tidak dapat dilarutkan pada pH netral.
Koagulan yang ditambahkan harus mengendap diluar dari larutan sehingga konsentrasi yang tinggi dari ion-ionnya tidak tertinggal dalam air. Pengendapan sangat membantu proses penghilangan koloid.
Dua jenis koagulan yang sering digunakan adalah aluminium (Al3+) dan besi (Fe3+). Faktor panting lainnya pada penambahan koagulan adalah pH dan dosis. Untuk aluminium memiliki rentang pH efektif diantara 5 sampai 8, sedangkan untuk besi lebih luas, yaitu 4 sampai 9.
Untuk mendapatkan dosis yang efektif dalam proses koagulasi perlu dilakukan suatu test laboratorium, yaitu jar test. Jar test merupakan suatu percobaan dimana digunakan rentang konsentrasi tertentu sehingga didapat konsentrasi koagulan terbaik yang menghasilkan air yang lebih jernih.
Jadi koagulasi adalah suatu proses dimana ditambahkan suatu zat yang disebut koagulan kedalam badan air yang akan merubah koloid-koloid dalam air menjadi partikel yang lebih besar. Proses koagulasi ini terjadi dalam bak pencampur disertai dengan proses pengadukan cepat, agar koagulan dapat bertemu dengan koloid.

Sabtu, 28 Maret 2009

AIR RAKSA (MERCURY)

Air Raksa atau Mercury merupakan satu-satunya logam berbentuk cairan, berwarna abu-abu keperakan, mudah menguap pada suhu kamar, dan tidak berbau. Air raksa dapat dijumpai dalam bentuk logam, senyawa turunan anorganik dan organik.
Bahaya Utama Terhadap Kesehatan
Semua bentuk air raksa berpotensi menimbulkan keracunan tetapi toksisitasnya sangat beragam. Senyawa air raksa anorganik adalah yang paling tidak beracun karena tidak mudah diserap. Uap air raksa sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kerusakan otak. Senyawa alkyl air raksa adalah yang paling beracun dari semua bentuk air raksa yang dikenal karena merupakan racun bagi semua sel dalam tubuh. Senyawa air raksa dan logam air raksa dapat mengakibatkan antara lain:
- kerusakan susunan saraf pusat (otak).
- kerusakan ginjal.
- kerusakan hati.
- gangguan mental.
- kebutaan.
- gangguan pada system reproduksi (perkembangan janin).
Di lingkungan, air raksa akan dirubah menjadi metil air raksa oleh bakteri dan biasanya terakumulasi dalam tubuh ikan. Bila terpapar air raksa dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan keracunan merkuri (merkurialism) yaitu tremor pada muka, lengan dan kaki. Pad a kasus yang lebih berat terjadi halusinasi, kehilangan daya ingat, kemerosotan mental, gangguan pada hati dan ginjal. Paparan berulang-ulang dari air raksa dapat menimbulkan sensitisasi. Pada binatang dilaporkan dapat menimbulkan kerusakan pada sistem reproduksi (perkembangan janin). Makanan yang sering tercemar Mercury, misalnya : kerang, ikan dari perairan yang tercemar limbah Mercury serta penggunaan fungisida yang tidak sesuai petunjuk penggunaan.
Tanda & gejala Akut Bila Terpapar Air Raksa :
- Jika terkena mata dapat menyebabkan iritasi dan mata merah.
- Jika terkena kulit dapat menyebabkan iritasi, kemerahan. Dapat diserap melalui kulit dan terjadi reaksi alergi seperti radang kulit (dermatitis), radang otak (encephalitis).
- Jika tertelan dapat menyebabkan rasa logam, rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, haus, mual, muntah, pengeluaran air liur secara berlebihan (salivasi), diare, anemia, kerusakan hati dan ginjal.
- Jika uap air raksa terhirup dapat menyebabkan rasa logam, batuk, demam, mual, muntah, diare, sakit kepala, salvias, penurunan berat badan, depresi, mudah tersinggung, berkurangnya selera makan, cemas dan gangguan mental.
Tindakan Yang Dapat Dilakukan Bila Terpapar Air Raksa
Bila terhirup uap air raksa, korban segera dipindahkan ke tempat yang berudara segar, istirahatkan, pasang masker berkatup atau peralatan sejenis untuk melakukan pernafasan buatan. Bila perlu, hubungi dokter terdekat.
Bila terkena kulit, segera lepaskan pakaian, perhiasan, sepatu penderita yang terkontaminasi cuci/bilas dengan sabun dan air mengalir sampai bersih dari air raksa, selama kurang lebih 15 sampai 20 menit. Bila perlu, hubungi dokter.
Bila terkena mata, bilas dengan air mengalir atau larutan garam normal, sambil mata dikedip-kedipkan sampai dipastikan air raksa sudah tidak ada lagi atau sudah bersih. Bila perlu, hubungi dokter.
Bila tertelan, jika terjadi muntah, letakkan posisi kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah agar muntahan tidak masuk ke saluran pernafasan.
Bila korban tidak sadar, miringkan kepala ke sam ping atau ke satu sisi. Segera korban bawa ke dokter

Menggunakan Raksa dengan Aman
-Hindari kontak langsung ketika bekerja dengan raksa, gunakanlah selalu sarung tangan.
-Simpanlah raksa selalu dalam tempat yang tertutup rapat (bukan wadah dari Aluminum).
-Selalu tambahkan air di atas cairan raksa, kecuali pada raksa yang sudah didaur ulang.
-Jangan sampai menumpahkan raksa. Akan sangat sulit untuk membersihkannya. Gunakanlah raksa sesedikit mungkin.
-Jangan makan atau merokok ketika menggunakan raksa.
-Jangan membakar raksa atau amalgam di dalam kamar atau ruangan tertutup.
-Ketika membakar amalgam (raksa yang bercampur dengan emas (pentol emas)), lakukanlah di luar atau diruangan yang memiliki ventilasi yang baik.
-Ambil posisi berlawanan dengan arah angin ketika membakar amalgam. Jangan menghirup asapnya.
-Informasikan kepada yang lain tentang apa yang boleh dan tidak boleh ketika menggunakan raksa.

Perkembangan Pengolahan Limbah Domestik (Black Water)

Jenis-jenis pengolahan limbah domestik antara lain:
1. Kakus cemplung
Sarana MCK (Mandi cuci kakus) ini merupakan sarana yang paling sederhana dan murah, serta banyak dipergunakan di daerah pedesaan. Selain itu jenis ini cocok untuk daerah yang sulit memperoleh air bersih untuk penggelontoran.
Namun untuk menggunakan jenis pengolahan limbah domestik ini memiliki beberapa persyaratan, antara lain:
 Berada untuk daerah dengan tingkat kepadatan rendah
 Permukaan air tanah tidak tinggi
 Jauh dari sumber air atau sumur
2. Bore Hole Latrine (cubluk)
Tahap perkembangan kakus cemplung adalah cubluk. Perbedaan pengolahan antara cubluk dengan kakus cemplung berada pada bagian pembuangannya, pada kasus kakus cemplung, pembuangan langsung kedalam badan air, sedangkan pada kasus cubluk pembuangan dimasukkan ke dalam tanah.
Bentuk cubluk terdiri atas lubang dengan diameter 30-40 cm dengan kedalaman 4-8 m, dan diberi plat dengan lubang di bagian tengah guna sebagai pijakan dan penutup. Namun perkembangan siste pengolahan limbah domestik ini pun masih kurang baik, terutama untuk dilakukan pada tempat dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Selain itu cubluk ini dapat menyebabkan tercemarnya sumber air tanah.
3. Dug Well (pit latrine)
Perkembangan selanjutnya dari sistem pengolahan limbah domestik ini adalah dug well. Tidak berbeda jauh dengan cubluk, namun telah lebih dilengkapi dengan penambahan plat sebagai pijakan serte dilengkapi dengan super structure (rumah-rumahan), sehingga tingkat harkat masyarakat tersebut dapat dilihat lebih meningkat dengan sistem sanitasi yang berkembang.
Kedua jenis sanitasi (cubluk dan dug well) menggunakan tanah sebagai mediator pengolahan limbah domestik. Pada prinsipnya kedua jenis ini adalah sama, yaitu limbah domestik tersebut dimasukkan ke dalam tanah sehingga akan terjadi proses pengomposan limbah secara alami, sehingga dapat digunakan sebagai kompos setelah rentang waktu tertentu. Namun kedua jenis ini masih terdapat kekurangan antara lain lokasinya yang berada di luar rumah serta cukup membahayakan, karena lubang yang berada tepat dibawah akan membuat tingkat kepadatan tanah berkurang sehingga bila terjadi suatu guncangan akibat gempa atau tekanan berlebih dari bagian atas dapat menyebabkan keruntuhan tanah tersebut. Sehingga pada perkembangan selanjutnya, lubang pembungan dan sistem pengolahan dibuat terpisah dengan penambahan sistem penghubung antara keduanya.
4. WaterSeal Type of Latrine
Pembuatan water seal type of latrine merupakan perkembangan tahap selanjutnya setelah dug well. Water seal type of latrine ini menggunakan sistem penampung air pada bagian lubang pembuangan sehingga bau dari sistem pengolahan tidak tercium. Penampungan air ini dibuat dengan menggunakan sifat air yang selalu datar. Sehingga air akan berada pada bagian lubang pembuangan.
Jenis ini telah mengalami perkembangan yang baik, karena dilihat dari segi keamanan jenis ini aman karena sistem pengolahan tidak berada langsung dibagian atas lubang pembuangan. Selain itu sistem ini dapat ditempatkan di dalam rumah sehingga dapat lebih praktis pada saat menggunakannya.
5. Ventilated Improved Pit Latrine
Jenis ini tidak berbeda jauh dengan jenis water seal type of latrine, namun pada jenis ini ditambahkan ventilasi atau lubang udara pada sistem pengolahan limbahnya.
6. Septic Tank
Jenis ini merupakan jenis dengan tingkat pengolahan yang baik serta tingkat pencemaran yang rendah karena sistem ini memiliki beberapa bagian yang terdapat proses pemisahan antara padatan dan cairan, serta terjadi pula penguraian secara mikrobiologis secara anaerob, bagian cair disalurkan ke bidang resapan sehingga air hanya memiliki kemungkinan yang rendah untuk mencemari air tanah.
7. Aqua Privy
8. Vaccum Closet
Kedua jenis terakhir merupakan pengembangan jenis-jenis sebelumnya juga namun masih jarang digunakan atau hanya digunakan pada kalangan terbatas.
Jenis pengolahan limbah domestik di masyarakat lebih sering disebut dengan tangki septik, namun sebenarnya bentuk tangki septik yang mereka buat bukanlah tangki septik yang sebenarnya, melainkan berjenis ventilated improved pit latrine. Ventilated improved pit latrine memiliki bentuk yang hampir sama dengan tangki septik namun perbedaannya berada pada pengolahan air limbahnya, pada tangki septik yang sebenarnya terdapat sistem pengolahan dimana terjadi pemisahan secara fisika antara padatan, air serta scum yang masuk ke dalam tangki septik. Pada ventilated improved pit latrine tidak terjadi pemisahan karena wadah hanya berupa lubang vertikal kebawah, dalam wadah tersebut terjadi proses pembusukan secara alami.

Semoga Bermanfaat, dan bisa diterapkan di rumah kita, sehingga dapat meminimalisir pencemaran air tanah akibat rembesan dari septic tank dengan membangun septic tank yang benar dan sesuai.

Senin, 12 Januari 2009

SEDIKIT UNTUKMU

Sungguh telah nyata dihadapan kita
Kekejaman Israel pada Palestina
Apa yang akan kau lakukan
Tidakkah kau sadar
Mereka membutuhkan kita
Bukan hanya secara fisik
Bukan hanya secara materiil
Tapi
Yang lebih mereka butuhkan adalah
DO’A

Do’a kita yang menguatkan mereka
Do’a kita kepada Allah
Do’a yang sungguh dari hati kita
Sudahkah kita berdo’a untuk saudara kita disana???
Do’a kan mereka karena kita bersaudara

“Allahumma unsur ikhwanaalmujahidina fii falestin, Allahumma anshiril muslimina wal mushtadhafiina fii falestin, Allahummanhsurhum’alaa’adaaihim, wahaqiqlimujahidiina aamaalahum, wamakkin hum fii tathbiiqi syaretuka fii ardhi bilaadihim, wastabbithum wawahhidsufufahum, wa allif qulubahum ya rabbal’alamiin”

Sabtu, 03 Januari 2009

Berkuda...

Tanggal 29 Desember 2008
Pertama-tama reny yang naek

Abis itu ratih (sri)












Diatas kuda yang lain ada risda
n Yuni


Ada Yeri juga sich
n yang dah pasti ada, Andri





Dilanjutin tanggal 3 Januari 2009 Pas Reunian

Ada Miya




Yaaaah hanya segitu aja foto2 yang berkuda...
foto reuni ntar ya...
In The Next Article...

SIAPAKAH AKU??

Hidup di dunia memang tidak mudah, banyak rintangan dan hambatan yang harus kuhadapi. Bukan untuk kuhindari tetapi harus kuhadapi dengan seluruh kekuatanku. Hidup akan terasa sepi bila hati ini tak terisi. Pengisi hati banyak macamnya, harta, wanita dan tahta. Namun apakah yang akan terjadi bila hati ini terisi oleh hal-hal duniawi saja??
HATI INI TERISI OLEH HARTA. Aku fikir: aku kaya, aku memiliki segalanya, aku dapat membeli segalanya dengan segala kekayaan yang aku miliki. Tapi mengapa hati ini terasa sunyi?? Aku masih mencari sesuatu, aku masih belum menemukan sesuatu yang aku butuhkan. Aku masih merasa kesepian, kehampaan, aku membutuhkan orang-orang untuk mengisi hati ini, hingga kusadari TAK SEMUA ORANG MAU DENGAN HARTAKU.
HATI INI TERISI OLEH WANITA. Aku fikir: aku tampan, aku digemari banyak orang, aku mudah mendapatkan orang yang kusukai. Namun mengapa aku tak tenang dengan hati ini?? Aku mendapatkan sebuah kenyataan bahwa TERNYATA ORANG YANG TULUS KUCINTAI TAK MENCINTAIKU.
HATI INI TERISI OLEH TAHTA. Aku fikir: aku mapan, aku telah memiliki pekerjaan yang strategis, aku dihormati banyak orang. Namun mengapa aku masih memiliki kekhawatiran akan ada yang menggulingkan aku dari pekerjaanku sekarang, akan ada orang yang merebut posisi strategisku?? Aku stress, hingga kutemui seorang yang lebih dihormati melebihi aku walau dia tak lebih tinggi derajatnya dibandingkan diriku.Aku pun menyadari TAK SELAMANYA TINGGINYA TAHTA MEMBUAT AKU DIHORMATI ORANG.
Hatiku gundah, hatiku kosong, terkadang aku mengabaikan panggilan hati kecilku, namun itu membuat aku lebih gundah, lebih tak nyaman.
Hingga akhirnya aku menemukan bahwa aku harus SEIMBANG ANTARA KETIGANYA, aku jalani hari-hariku dengan menyeimbangkan ketiga aspek itu. Namun mengapa masih ada yang kurang??? Aku masih merasa TAKUT KEHILANGAN KETIGANYA.
Rasa takut itu mendorongku untuk tetap meneruskan pencarian hati ini. Kucoba mencari, dan terus mencari, meski dalam pencarian ini ada rasa pemberontak yang mengikutiku. Hingga suatu hari kutemui klimaks hidupku.
Aku tahu, aku mulai mengerti, aku mencobai memahami, bahwa AKU ADALAH SEORANG MANUSIA LEMAH DAN HANYA ALLAH SWT YANG DAPAT MENOLONGKU. Baru kusadari aku bukanlah apa-apa, aku bukanlah siapa-siapa dihadapan Allah swt. Allah-lah yang telah mengatur segalanya, Allah tak akan lupa dengan hamba-hambaNya, Allah tak akan menelantarkan hamba-hamba yang mencintaiNya. Mudah bagi Allah untuk mewujudkan segala kegiatan. Kun Fayakun terjadilah apa yang Dia kehendaki. Dan suatu saat nanti AKU AKAN KEMBALI MENGHADAPNYA, AKU HARUS MEMPERTANGGUNGJAWABKAN SEGALA TINGKAH LAKUKU PADANYA.
Setelah kumangerti kucoba mendekatiNya, memang tak mudah untuk mengubah pola hidupku yang dulu. Namun aku percaya Allah tidak hanya melihat hasil akhir hambanya, tetapi Allah juga melihat proses perubahanku menjadi lebih baik, tak akan kusia-siakan segala yang kumiliki sekarang. AKU HARUS LEBIH BAIK
Dan kini hidupku pun lebih tenang dengan adanya Allah dihatiku.(RHS)

Disewakan Khusus Untuk Mahasiswa

 Berawal dari kebutuhan survei suatu lokasi, saya membeli beberapa alat, antara lain: 1. Alat pengukur curah hujan NETA 250 2. Thermometer, ...