Minggu, 28 September 2014

Menanti...


 sebut saja ini curahan hati saya, silahkan...

Entah harus darimana tulisan ini kumulai,
Hanya ingin mengungkapkan beberapa permintaan dari hati yang mulai resah.
Tentang siapa dirimu, dimana dirimu, dan kapan dirimu akan hadir.

Aku hanya seorang wanita yang berharap
Engkau adalah salah satu dari orang yang ada didekatku saat ini,
Sehingga aku tak perlu memulai dari nol proses mengenal dirimu.

Aku juga berharap
Engkau katakan apa yang menjadi harapanmu padaku,
Sehingga aku bisa berusaha menjadi seperti yang kau mau
Selama tak bertentangan dengan perintah-Nya.

Aku pun berharap
Kita belajar bersama membentuk keluarga yang telah (akan) kita sepakati bersama
Sehingga keluarga ini bisa menjadi pemberat amal kebaikan di akhirat kelak.

ya itu harapan utamaku...

Aku bukanlah manusia yang sempurna.
Akupun tak mencari kesempurnaan dari dirimu.
Yang kuharap dari ketidaksempurnaan ini adalah saling melengkapi antara kita menuju kesempurnaan.

Siapa dirimu?

Kamis, 31 Juli 2014

Pintar dan (atau) Beruntung

"Lu itu pinter, tapi ga beruntung.kebalikan ama dia, dia itu ga pinter, tapi beruntung."

Kata-kata yang sampai hari ini masih terngiang dibenakku. padahal kalimat itu diungkap hampir beberapa tahun yang lalu. Pertama diungkapkan di selasar ketika kami sedang berkumpul.

Pernyataan yang membuatku sadar akan arti kepintaran dan keberuntungan.
Kepintaran yang hanya terisolasi pada kepuasan diri sendiri untuk menemukan suatu jawaban atas segala pertanyaan.
Kepintaran yang hanya dipendam sendiri untuk idealisme pribadi.
Kepintaran yang hanya dibagi pada yang bertanya saja.
Kepintaran yang pada akhirnya sedikit mendatangkan keberuntungan.
Yang akhirnya terungkap kalimat "sombong", "naif", hingga "aneh".
Ya aneh, berbeda dengan unik.

Mungkin disitulah letak ketidakberuntungan itu.

Pintar tapi jarang mendapatkan nilai sempurna, karena idealismenya, karena kenaifannya.
Pintar tapi tidak memiliki teman untuk sekedar makan siang bersama, karena kesombongannya,.
Berbeda dengannya, dia yang beruntung itu.

Tapi biarlah itu menjadi masa lalu.

Beribu terimakasih kuucapkan pada teman unik yang bisa dengan jujur membuka mata ini, menyadari masalah ini.
Terima kasih pula pada dia yang selalu beruntung, yang bisa menjadi cermin untukku berbuat lebih baik.

Sesungguhnya pada saat-saat ini kejujuran, keterbukaan, hingga ketegasan sangat kubutuhkan.
Saat ini ditengah hiruk pikuk dunia dengan segala topeng monotonnya, sebuah 'tamparan' akan rutinitas ini sungguh dinantikan.

Entah dimana akan kutemukan teman seperti mereka lagi.
Satu hal, ketika kita bertemu lagi aku sudah tak se-aneh dulu, sedang berusaha menjadi unik. Aku berusaha mengejar keberuntungan itu, menjadi beruntung sepertimu. Semoga.

Merindukan kejujuran dari sebuah kenyataan.
Bogor, kontemplasi libur lebaran 1435 H

Disewakan Khusus Untuk Mahasiswa

 Berawal dari kebutuhan survei suatu lokasi, saya membeli beberapa alat, antara lain: 1. Alat pengukur curah hujan NETA 250 2. Thermometer, ...