Jumat, 03 Juni 2011

Poster Pengelolaan Limpasan Hujan

Xylene

Xylene merupakan bahan kimia yang memiliki rumus C6H4(CH3)2. Nama lain dari xylene antara lain xylol, dan dimetilbenzene. Xylene memiliki berat molekul 106,17 gram/mol dengan komposisi karbon (C) sebesar 90,5% dan hidrogen (H) 9,5%. Xylene memiliki tiga isomer yaitu ortho-xylene, meta-xylene dan para-xylene.

Xylene merupakan cairan tidak berwarna yang diproduksi dari minyak bumi atau aspal cair dan sering digunakan sebagai pelarut dalam industri (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003). Xylene pada aspal cair pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke 19. Nama dari xylene berasal dari bahasa latin ”wood xulon” karena xylene dapat diperoleh dari hasil destilasi kayu tanpa kehadiran oksigen (Richard L. Myers, 2007).

Xylene merupakan hidrokarbon aromatik yang secara luas digunakan dalam industri dan teknologi medis sebagai pelarut (Langman JM, 1994.). Xylene dapat digunakan sebagai bahan kimia dasar di industri. Xylene dapat teroksidasi dimana gugus methyl berubah menjadi gugus karboksilat. Ortho-xylene akan membentuk phthalic acid sedangkan para-xylene akan membentuk terephthalic acid. Terephthalic acid merupakan salah satu bahan dalam pembuatan polyesters. Terephthalic acid dapat bereaksi dengan ethylene glycol membentuk ester polyethylene terephthalate (PET). Bahan PET meerupakan bahan plastik yang digunakan sebagai wadah makanan. Perkiraan penggunaan xylene diseluruh dunia mencapai 30 juta ton pertahun (Richard L. Myers, 2007).

Beberapa lembaga internasional telah menentukan nilai ukuran toksisitas untuk xylene. ACGIH menentukan nilai 100 ppm selama 8 jam untuk batas TWA dan 150 ppm selama 15 menit untuk STEL. Tidak jauh berbeda, NIOSH menetapkan angka yang sama untuk TWA yaitu 100 ppm atau sekitar 435 mg/m3 dan 150 ppm atau sekitar 655 mg/m3 untuk STEL. OSHA menetapkan hal senada untuk TWA yaitu 100 ppm atau sekitar 435 mg/m3.Kementrian tenaga kerja menetapkan nilai ambang batas sebesar 434 mg/m³ selama 8 jam. Nilai ambang batas (NAB) merupakan konsentrasi dari zat, uap, atau gas dalam udara yang dapat dihirup selama 8 jam per hari selama 5 hari/minggu, tanpa menimbulkan gangguan kesehatan yang berarti (Soemanto Imamkhasani, 1990).

Xylene dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa jalur, seperti oral, inhalasi maupun dermal.
Pemaparan melalui oral merupakan hal yang jarang terjadi untuk kasus bahan xylene. Pemaparan via oral untuk kasus xylene lebih dikarenakan kurang higienis para pekerja setelah menggunakan atau setelah terpapar xylene, seperti makan tanpa cuci tangan. Pemaparan via oral ini dapat langsung masuk ke dalam saluran pencernaan dan kemudian mengiritasinya. Namun sebagian besar akan bergerak menuju hati untuk dimetabolisis dan diekresikan.
Pemaparan melalui inhalasi cukup sering terjadi, hal ini dikarenakan xylene memiliki karakteristik mudah menguap dan uap xylene dapat terabsorbsi dengan cepat melalui paru-paru (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003). Pemaparan via inhalasi ini akan mengiritasi saluran pernafasan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada dosis akut, xylene akan mengiritasi hidung, tenggorokan hingga paru-paru.
Pemaparan melalui dermal menyebabkan kulit mengalami kerusakan berupa larutnya lemak oleh xylene. Hal tersebut dikarenakan karakteristik dari xylene yang mudah larut dalam lemak. Pemaparan xylene via dermal tidak sebanyak pemaparan via inhalasi hal tersebut dikarenakan xylene cair dan uap terabsorbsi lambat melalui kulit (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003). Xylene yang terabsorbsi kemudian diangkut oleh darah menuju hati untuk dimetabolisis dan diekresikan.

Perjalanan xylene dalam tubuh manusia bergantung pada jalur masuk xylene, seperti yang telah dijelaskan pada mode of exposure. Tujuan akhir pengangkutan xylene berada di hati. Selama di hati xylene mengalami proses metabolisis dimana xylene yang terabsorbsi ke dalam tubuh, 95% dimetabolisme dalam hati menjadi methylhippuric acid (MHA) dan 70-80% hasil metabolisme dieksresikan melalui urin dalam jangka waktu 24 jam (G.A.Jacobson dan S. McLean, 2003).

Hasil metabolisme dalam tubuh sebagai indikator paparan xylene yang direkomendasikan oleh American Cenference of Governmental Industrial Hygiensts (ACGIH) disebut biological exposure index (BEI) sebesar 2,0 gram MHA/L urin (Langman JM, 1994.).

Senin, 16 Mei 2011

Tugas : Pengolahan Air Limbah Domestik 1

Secara umum, pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan tersier. Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisika yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dalam air limbah. Pengolahan sekunder merupakan pengolahan secara biologis yang bertujuan untuk mengoksidasi sisa padatan tersuspensi organik dan padatan terlarut organik. Pengolahan tersier merupakan pengolahan yang bertujuan untuk menaikkan kualitas air efluen (Reynolds dan Richards.1996.”Unit Operations and Processes in Environmental Engineering; Second edition”.Boston: PWS Publishing Company.Hal. 119-120).

Pengolahan Primer
Salah satu pengolahan primer yang akan didesain berupa penyaringan, dan pengendapan primer. Pengolahan ini bertujuan untuk memisahkan bahan inert seperti butiran pasir atau tanah. Penyaringan (screening) merupakan unit proses dimana memiliki tujuan untuk menghilangkan benda-benda berukuran besar seperti kertas, plastik, metal, dan sejenisnya. Benda-benda tersebut jika tidak dihilangkan akan merusakkan peralatan perpompaan dan penghilangan lumpur, pelimpah, katup dan perlengkapan lainnya (Syed, Qasim. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation. Hal. 155). Sedangakan pengendapan primer digunakan untuk memisahkan butiran pasir atau tanah yang merupakan bahan non-biodegradable dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair dari limbah cair yang akan diolah. Pengendapan primer ini umumnya dirancang untuk waktu tinggal sekitar 2 jam (Cleaner Production: Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Direktorat Jendral Industri Kecil Menangah. Departemen Perindustrian. Jakarta 2007). Selain itu pengendapan primer ini digunakan sebagai bak ekualisasi yang bertujuan untuk meratakan debit aliran, sehingga pada unit instalasi selajutnya dapat digunakan desain dengan debit sesuai debit yang akan dipompakan kedalam pengolahan, yaitu debit maksimum harian.
Pengolahan primer lainnya yang akan didesain adalah instalasi grit removal. Grit removal merupakan penghilang benda-benda kecil seperti pasir, biji, dan material sejenisnya. Grit removal sangat penting untuk menjaga perpindahan peralatan mekanik dan pompa dari abrasi, melindungi penyumbatan pipa, melindungi cementing effect pada bagian bawah pengolah limbah dan tangki pengendapan primer, serta mereduksi akumulasi bahan inert dalam bak aerasi (Syed, Qasim. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation. Hal. 238).


Penyaring (Screening)
Penyaring berdasarkan tipe benda yang dihilangkan dibagi menjadi dua tipe, saringan kasar dan saringan halus. Saringan kasar menghilangkan benda-benda yang relatif lebih besar, sedangkan saringan halus menghilangkan benda-benda yang relatif lebih kecil. Berdasarkan cara pembersihan alat penyaring, saringan dibagi menjadi dua yaitu saringan yang dibersihkan secara manual dan saringan yang dibersihkan secara mekanik.
Kriteria Desain (Syed, Qasim. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation. Hal.158)


Grit Removal
Grit meliputi pasir, debu, abu, biji, dan bahan lain dalam air limbah yang bersifat nonputrescible dan lebih berat dari bahan organik. Grit removal dapat dikategorikan menjadi dua kategori umum, yaitu penghilangan selektif dari air limbah dan penghilangan diikuti bahan organik dengan degritting. Kriteria desain untuk pembuatan desain aerated grit chamber dapat dilihat pada tebel berikut (Syed, Qasim. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation. Hal.158):




Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi atau bak pengendapan primer dapat didesain untuk menghilangkan padatan organik yang dapat mengendap. Hal ini cukup menguntungkan dalam rangkaian sistem yang akan didesain. Karena beban dari pengolahan di instalasi selanjutnya dapat berkurang. Pada umumnya, fasilitas pengendapan primer ini dapat menghilangkan 50-70% total padatan tersuspensi dan 30-40% BOD5 (Syed, Qasim. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation. Hal.263).
Bak pengendapan primer berdasarkan tipe pembersihannya dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu tipe aliran horizontal, tipe kontak padatan dan tipe rentang permukaan. Tiap tipe bak pengendapan primer memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus disesuaikan dengan desain yang akan dirancang.
Bak ekualisasi atau bak pengendapan primer yang akan dirancang ini memiliki konsep desain dimana air limbah akan masuk setelah melewati unit penyaringan, dan kemudian akan tertahan selama beberapa saat sehingga terjadi pengendapan padatan yang dapat mengendap dan kemudian akan dipompakan menuju unit instalasi selanjutnya dengan debit pompa yang dibuat konstan.
Dengan mempertimbangkan tipe dan konsep desain yang akan dibangun, maka digunakan tipe aliran horizontal berbentuk persegi panjang dengan pompa di sisi bersembangan dari aliran masuk. Perlu disediakan fasilitas pembuangan lumpur yang telah mengendap, meskipun jumlah lumpur tidaklah signifikan banyaknya.

Selasa, 26 April 2011

Material Recovery Facility (MRF)

Material recovery facility merupakan subuah bangunan yang digunakan untuk menerima, memilah, memroses dan minyimpan bahan daur ulang untuk dibentuk dan dijual kembali. Pada dasarnya terdapat dua tipe MRF, yaitu MRF kotor dan MRF bersih. MRF kotor menerima limbah yang tercampur, sehingga dibutuhkan kegitan pemilahan bahan daur ulang dari limbah yang tercampur. MRF bersih menerima limbah dari sumber tertentu yang sudah terpilah.
Berdasarkan kapasitasnya, MRF dibagi menjadi tiga jenis (Material Recovery Facility Handbook, 2003):
1. MRF kecil
MRF kecil mengolah limbah kurang dari 10 ton per hari. Pada umumnya MRF ini memiliki luas bangunan mencapai 15.000 ft2. Pemrosesan di MRF ini lebih bersifat manual, dengan tipe peralatan yang digunakan seperti forklift, glass crusher, can blower dan sebagainya.
2. MRF medium
MRF medium mengolah limbah kurang dari 100 ton per hari. Pada umumnya MRF ini memiliki luas bangunan mencapai 20.000 ft2.
3. MRF besar
MRF besar mengolah limbah kurang dari 500 ton per hari. Proses pengoalahan limbah pada skala ini jarang sekali dilakukan oleh pihak swasta.
Kebutuhan area MRF didesain sesuai dengan jumlah limbah yang akan diproses. Bagian dari MRF terdiri dari area tipping floor, yaitu area untuk menyimpan limbah yang akan diproses, area pemrosesan, dan area penyimpanan.

Minggu, 13 Februari 2011

Tugas 1 Pencegahan Pencemaran

WASTE MINIMIZATION
Program waste minimization atau minimisasi limbah telah dimulai sejak tahun 1988 oleh US Environmental Protection Agency (US EPA). Minimisasi limbah merupakan pendekatan pengelolaan limbah yang berfokus pada pengurangan jumlah dan toksisitas limbah berbahaya yang dihasilkan pada suatu proses. Terdapat tiga metode umum minimisasi limbah yaitu:
Pengurangan di Sumber (Source Reduction)
Yaitu mengubah kegiatan dan proses untuk mengurangi atau menghilangkan timbulan limbah bahan berbahaya. Beberapa sumber yang biasanya diperhatikan antara lain substitusi bahan kimia, modifikasi proses, dan peningkatan prosedur operasi.
Daur Ulang (Recycling)
Yaitu ketika bahan limbah digunakan untuk tujuan lain, dirawat dan digunakan kembali dalam proses yang sama, atau direklamasi untuk proses lain.
Pengolahan (Treatment)
Yaitu mengolah limbah yang dihasilkan pada suatu proses sehingga limbah menjadi tidak berbahaya atau berkurang tingkat bahayanya.

POLLUTION PREVENTION

Program pollution prevention atau pencegahan pencemaran merupakan program pengelolaan lingkungan dengan mengupayakan pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dari setiap aktivitas, produk dan jasa di perusahaan. Pencegahan pencemaran menurut US EPA adalah teknologi produksi dan strategi yang menghasilkan pencegahan atau pengurangan terbentuknya limbah. Pencegahan pencemaran didefinisikan sebagai pemakaian bahan, proses, praktek yang dapat mengurangi atau menghilangkan timbulan pencemar atau limbah pada sumbernya. Termasuk praktek yang dapat mengurangi pemakaian bahan-bahan berbahaya, energi, air, dan sumber daya lainnya dan praktek yang melindungi sumber daya alam melalui konservasi atau penggunaan yang lebih efisien.
Pollution prevention dilakukan secara bertahap dengan tahapan:
Environment Aspect Elimination (Process Re-Design)
Melakukan perancangan ulang terhadap proses yang ada.
Environment Aspect Substitution (Process Changes)
Melakukan perubahan proses sehingga aspek lingkungan lama digantikan oleh aspek lingkungan yang ramah lingkungan.
Environment Aspect Engineering (Process Modification)
Modifikasi proses yang ada dengan tidak merubah proses yang ada.
Environment Impact Engineering (Waste Utilization)
Merupakan rekayasa pengendalian dampak lingkungan yang memanfaatkan limbah yang ditimbulkan melalui beberapa metoda antara lain Recycle (Daur Ulang), Recovery (Memanfaatkan Elemen Penting), Reuse (Penggunaan Ulang) dan Retreatment (Pengolahan Ulang).
Pencegahan Pencemaran lebih ditekankan untuk tidak menimbulkan limbah dengan cara pencegahan dan pengurangan langsung dari sumbernya, sedangkan minimisasi limbah mencakup pencegahan pencemaran dan daur ulang serta cara lain untuk mengurangi jumlah limbah yang harus diolah atau ditimbun.

CLEANER PRODUCTION
Program cleaner production atau produksi bersih diperkenalkan oleh United Nations Enviroment Program (UNEP) pada tahun 1989/1990. Cleaner production merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Cleaner Production berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah.
Di Indonesia terdapat Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN) yang memiliki prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih yang dituangkan dalam 5R yaitu:
RE-THINK
Adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi. Implikasi dari re-think adalah perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk. Upaya produksi bersih ini tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha.
REUSE
Adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa mengalami perlakuan fisika atau kimia atau biologi. Implikasi dari re-use adalah penggunaan kembali un-treated water, pemakaian kemasan bahan kimia untuk bahan kimia sejenis.
REDUCTION
Adalah teknologi yang dapat mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran diawal produksi. Implikasi dari reduction adalah mengurangi dan meminimisasi penggunaan bahan baku, air dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku berbahaya dan beracun serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dari atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta resikonya terhadap manusia.
RECOVERY
Adalah teknologi untuk memuliakan suatu bahan atau energi dari suatu limbah untuk kemudian dikembalikan kedalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika atau kimia atau biologi.
RECYCLING
Adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan fisika atau kimia atau biologi.

RESOURCE EFFICIENT AND CLEANER PRODUCTION
Program resource efficient and cleaner production didasarkan pada keberhasilah dari program sebelumnya yaitu National Cleaner Production Centers (NCPCs) yang didirikan sejak tahun 1994. Program ini mengarahkan agar terciptanya “zero waste” pada proses suatu industri.

Referensi: berbagai sumber

Disewakan Khusus Untuk Mahasiswa

 Berawal dari kebutuhan survei suatu lokasi, saya membeli beberapa alat, antara lain: 1. Alat pengukur curah hujan NETA 250 2. Thermometer, ...